Minggu, 15 April 2012

sunset policy


1.      PENDAHULUAN

            Sebagian besar Negara di dunia ini memiliki sistem perpajakan untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya. Tidak terkecuali dengan Indonesia di mana pajak menjadi tulang punggung untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang public dan jasa public.
           
            Mekanisme perpajakan yang dianut di Indonesia saat ini untuk berbagai jenis pajak didasarkan pada self assessment system. Self assessment adalah suatu system yang menentukan bahwa rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak secara otomatis harus menghitung dan menetapkan sendiri berapa besarnya utang pajaknya, menyetorkannya ke Kas Negara dan mempertanggung jawabkan penghitungan, penetapan, dan pembayaran pajak tersebut kepada otoritas perpajakan yang disebut dengan istilah Fiskus.
           
            Self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu :
  1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak.
  2. Kejujuran wajib pajak.
  3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.
  4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.  
            Self assessment system ini baru akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat diatas dapat dipenuhi. Kenyataannya? Jangankan untuk jujur dalam menghitung kewajiban, atau disiplin untuk membayar, kesadaran untuk menjadi WAJIB PAJAK saja masih sangat kurang. Buktinya, tax ratio Indonesia masih dibawah rata-rata negara tetangga kita.
            Tax ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak dan produk domestik bruto (PDB) menunjukkan besar bagian PDB yang bisa ditarik kembali sebagai pajak oleh negara. Tax ratio juga bisa menjadi parameter untuk melihat seberapa produktif sistem perpajakan suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan negara, dimana semakin tinggi (rendah) nilai tax ratio, menjadi tolok ukur semakin maju (rendah) sistem perpajakan negara tersebut.
            Karena sifat pungutan pajak yang membebani pengusaha dan tidak adanya imbal balik (kontra prestasi) secara langsung, masyarakat cenderung menghindari kewajiban pajak. SPT sebagai sebuah pertanggung jawaban WP atas perhitungan pajak diisi seadanya saja. Asalkan transaksi-transaksi yang terintegrasi dengan instansi/lembaga lain sudah dilaporkan, WP merasa cukup. Sementara itu,transaksi-transaksi yang tidak terpantau cenderung disembunyikan.
            Saat ini Indonesia memiliki rasio pajak terendah kedua setelah Myanmar diantara negara-negara Asean. Rata-rata rasio pajak yang dimiliki Indonesia semenjak 1985-1999 adalah 11,31%, jauh di bawah Singapura (22,24%), Malaysia (20,17%), Thailand (17,28%) dan Filipina (14%).
            Ketika UU Perpajakan direvisi kembali pada tahun 1994, rasio pajak yang dicapai juga hanya berkisar 12%. Yang lebih memprihatinkan, rasio pajak tahun 1997/1998, 1998/1999 dan 1999/2000 terus mengalami penurunan menjadi 11,4%, 9,7% dan 7,7%.
            Coverage ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak RIIL dibanding POTENSI pajak yang sebenarnya ada, menggambarkan tingkat kejujuran wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. rendahnya nilai tax coverage ratio mengindikasikan adanya banyak kewajiban pajak yang lolos dari penjaringan pajak. Sebagai gambaran, besar tunggakan pajak sampai pertengahan tahun 2000 yang lalu mencapai lebih kurang Rp 14 triliun.
            Penerapan Self Asessement sebenarnya bisa efisien dan efektif jika pelaksanaannya disertai mekanisme kontrol yang baik yang didukung dengan sebuah database yang komprehensif. Logikanya jelas, jika wajib pajak X membayar sejumlah A maka Direktorat Jendral Pajak harus dapat membuktikan bahwa memang hutang pajak X adalah sejumlah A. Bagaimana caranya? Tentunya dengan sebuah komparasi data. Direktorat Pajak tidak dapat memeriksa ulang kewajiban wajib pajak tanpa basis data yang jelas.
            Keterbatasan database di DJP, akan mulai teratasi dengan keluarnya UU KUP 27/2007 yang dipasal 35A ayat (1) dan (2) secara tegas menyoroti perihal akses data. Lewat pasal tersebut wajib pajak dipaksa untuk membuka akses data mereka bagi keperluan pemeriksaan pajak selama (sampai dengan) 10 tahun kebelakang.
            Jika pasal ini benar benar diterapkan, banyak pihak yang percaya mayoritas wajib pajak bisa terkena tuduhan penggelapan pajak. Wajib Pajak yang jujur sepertinya sangat minoritas dinegeri ini. Terlihat dari persentasi tax ratio dan coverage ration yang rendah itu. Atas pertimbangan inilah kemudiah Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sebuah fasiltas baru bernama Sunset Policy.
            Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Dirjen Pajak dalam berbagai kesempatan, ia mengakui bahwa latar belakang dikeluarkan fasiltas tersebut adalah: "Untuk menghindarkan pengenaan sanksi atas kewajiban perpajakan masa lalu dan untuk memulai keterbukaan pelaksanaan perpajakan di masa mendatang."
            Sunset Policy akan menjadi Ground Zero dimulainya era keterbukaan dan reformasi perpajakan, dengan sebuah database yang lebih akurat, ditahun 2009 dan selanjutnya. Bagi sebagian Wajib Pajak, pemberian Sunset Policy kurang maksimal. Fasilitas yang habis masanya pada 31 Desember 2008 hanya memberi pembebasan atau pengurangan sanksi pembayaran bunga. Keringanan ini masih dirasakan kurang terutama bagi kalangan pebisnis yang sedari awal menginginkan adanya fasiltas pengampunan pajak (Tax Amnesty).
            Tax Amnesty sendiri sudah mengalami tarik ulur yang cukup lama. Pemerintah selama ini berada dipihak yang resisten terhadap Amnesty. Pada tahun 2005 silam wacana untuk memberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty) yang sudah dari zaman dahulu muncul, sebenarnya sudah mendapat sambutan positif dari pemerintah. Hal ini terlihat dari keinginan Menteri Keuangan waktu itu (Yusuf Anwar) untuk menyusun draft Undang-Undang Pengampunan Pajak.
            Tim Review untuk mengkaji dan mereview draft tersebut juga sudah terbentuk dan bekerja dengan baik. Sayangnya, pokok-pokok pikiran beserta draft RUU-nya belum sempat sampai ke Presiden, Yusuf Anwar keburu diganti. Upaya untuk menyusun Tax Amnesty tidak dilanjutkan.
            Tax Amnesty sebenarnya dapat dibedakan menjadi Soft Tax Amnesty dan Hard Tax Amnesty.Soft Tax Amnesty memungkinkan untuk memberikan pengampunan atas sanski administrasinya, sementara Hard Tax Amnesty memberikan pengampunan atas Sanksi Pidananya. Untungnya, untuk mengantisipasi gagalnya RUU Tax Amnesty, pemerintah memasukkan Soft Amnesty ke dalam batang tubuh RUU KUP, yaitu dalam Pasal 37A.
Pasal 37A ini hanya berlaku satu tahun, yaitu tahun 2008 saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama, maka kebijakan ini disebut Sunset Policy.Sunset sendiri berarti matahari yang hampir tenggelam.Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy) yang ada dalam PAsal 37A UU KUP pun akan berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008.

2.      PEMBAHASAN

            Sunset policy adalah semacam pengampunan pajak yang terbatas pada sanksi administrasi berupa bunga yang tidak akan dikenakan apabila Wajib Pajak yang berhak menyampaikan Surat Pemberitahuan tertentu.

            Ada dua jenis pengampunan berupa penghapusan sanksi ini yang diberikan oleh Undang-undang KUP yang baru ini. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun 2007. Yang kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara sukarela untuk mendapatkan NPWP.

A.    Jenis Sunset Policy
            Ada dua jenis sunset policy berdasarkan ketentuan yaitu :

  1. Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Baru
            Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar bagi Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.
           
            Fasilitas pembebasan sanksi ini khusus diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi saja yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam tahun 2008. Wajib Pajak yang memperoleh NPWP dalam tahun 2008 berdasarkan hasil ekstensifikasi termasuk dalam kriteria mendaftarkan diri secara sukarela ini sehingga dapat menggunakan fasilitas sunset policy.

            Termasuk dalam lingkup penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15.
            Yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

  1. Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Lama
            Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Lama adalah Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sebelum 1 Januari 2008. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak diberikan kepada Wajib Pajak lama, baik Orang Pribadi maupun Badan, yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007.

            Termasuk dalam lingkup pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak meliputi pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15,
yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

B.     Persyaratan Yang Harus Dipenuhi
            Untuk mendapatkan fasilitas penghapusan sanksi yang dikenal dengan sunset policy ini, Wajib Pajak baru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008;
2. tidak sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
3. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan
4. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

            Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak baru adalah sebagai berikut :
1. telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008;
2. terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak;
3. terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
4. telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan;
5. tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
6. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat tanggal 31 Desember 2008; dan
7. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
8. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang sedang dilakukan pemeriksaan yang juga meliputi jenis pajak lainnya, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
9. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan, namun atas Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya untuk periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
10.Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dianggap sebagai pencabutan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.

C.     Tidak Dapat Digunakan Dasar Menetapkan Pajak Lain
           
            Data dan informasi yang tercantum dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak lama tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. Dengan ketentuan ini fihak aparat pajak tidak dapat menggunakan data dalam SPT PPh Pembetulan untuk menagih jenis pajak lainnya. Misalnya data dalam SPT Pembetulan SPT PPh tidak dapat digunakan menagih PPN melalui analisis ekualisasi PPh dan PPN.

            Terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak benar.

            Dalam hal terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi ketentuan di atas, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan.

D.    Wajib Pajak Lama Yang Belum Menyampaikan SPT
           
            Wajib Pajak lama yang sebelum 1 Januari 2008 telah memiliki NPWP dan sampai dengan 31 Desember 2007 belum menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007, dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007. SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang disampaikan dalam tahun 2008 tersebut diperlakukan sebagai pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang memanfaatkan sunset policy. Jadi yang dapat memperoleh fasilitas sunset policy ini bukan hanya atas pembetulan SPT Tahunan PPh saja tetapi juga SPT Tahunan PPh yang memang belum pernah disampaikan untuk tahun pajak sebelum 2007.

E.     Fasilitas Sunset Policy Lebih Dari Satu kali

            Pembetulan yang diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga adalah pembetulan SPT Tahunan PPh yang disampaikan sebelum tanggal 1 Juli 2008 dan satu kali pembetulan setelah 30 Juni s.d. 31 Desember 2008. Dengan demikian, apabila sebelum 1 Juli Wajib Pajak sudah menyampaikan SPT PPh Pembetulan dan mendapatkan fasilitas sunset policy, maka setelah tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2008 dapat melakukan sekali lagi pemebetulan untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.

            Apabila sebelum 1 Juli 2008 Wajib Pajak lama belum melakukan pembetulan, maka hak atas penyampaian SPT Pembetulan hanya satu kali saja dalam rangka untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.

F.      Ketentuan Lain

1. Penyampaian SPT menggunakan formulir SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan.
2. Menuliskan ”Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP” atau ”SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP” di bagian atas tengah SPT Induk & setiap lampirannya
3. Kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh harus dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
4. Melampirkan SSP lembar ke-3 pada SPT Tahunan PPh.
5. Disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

      Dasar Hukum :
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2008
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2008
G.    Keputusan Pemerintah pada Tanggal 24 Maret 2008
            Pada tanggal 24 Maret 2008 pemerintah mengeluarkan pengumuman yang bagi sebagian masyarakat (baca:wajib pajak) merupakan angin sejuk ditengah-tengah badai ekonomi Indonesia. Berikut adalah isi dari pengumuman tersebut:
P E N G U M U M A N
NO. 02 /PJ.09/2008
FASILITAS PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK PENGHASILAN
Kepada seluruh masyarakat dihimbau untuk memanfaatkan fasilitas perpajakan sesuai dengan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru, bahwa:
1. Bagi orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP paling lambat tanggal 31 Desember 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi dan tidak akan dilakukan pemeriksaan.
2. Bagi Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun sebelumnya, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi, sepanjang pembetulan tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2008.
3. Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi Kriing Pajak (Call Center Pajak) 500200 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Jakarta, 24 Maret 2008
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas
t.t.d
Djoko Slamet Surjoputro
NIP 060044562
(Note:underline oleh penulis)
            Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 pemerintah secara terbuka juga memberikan semacam pengampunan pajak terhadap wajib pajak. Nah, kebijakan inilah yang disebut dengan sunset policy. Pasal yang mengatur sunset policy tersebut adalah Pasal 37A Undang-Undang KUP. Dalam pengumuman diatas oleh pemerintah ditegaskan kembali aplikasi sunset policy tersebut.
Bunyi pasal 37A tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
            Dari penjelasan diatas terlihat bahwa pemerintah memberikan dua jenis “pengampunan” yaitu untuk penghapusan sanksi administrasi dan terhindar resiko pemeriksaaan kepada WP yang baru mendaftarkan NPWP pada tahun 2008 dan penghapusan sanksi administrasi (bukan pengurangan sanksi) terhadap WP yang melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak 2006 s/d 1998 (sesuai daluarsa pajak). Tentunya penerapan pengampunan ini dapat dilakukan asalkan kekurangan pokok pajak (apabila ada) telah dilunasi oleh WP.
            Lebih lanjut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008 pada Pasal 3 pemberian penghapusan sanksi administrasi ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Apabila telah terlanjur dikeluarkan STP oleh KPP wajib pajak bisa mengajukan surat permohonan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 36 Ayat (1) huruf a.
            Dengan penegasan tersebut, seyogyanya masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas pengampunan tersebut secara optimal, dan kedepan akan tercipta wajib pajak yang taat pajak dan aparat pajak yang bersih dan professional.
  1. PENUTUP
            Pemerintah bertekad untuk mengintensifkan penerimaan pajak guna menambal defisit APBN. Wajib pajak yang ikut dan yang tidak ikut sunset policy menjadi sasaran intensifikasi.Pemerintah dianggap menjebak WP sunset policy? Sunset policy kembali membuat gempar. Wajib pajak yang ikut sunset policy merasakan kecemasan mereka menjadi kenyataan, bahwa sunset policy hanya jebakan saja.Buktinya, terhadap WP yang ikut sunset policy dan melaporkan hartanya akan dilakukan intensifikasi atau imbauan agar melakukan pembayaran pajak dengan benar.Yang sangat ditakutkan wajib pajak, adalah jika imbauan tidak dihiraukan maka akan dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak.
            Program sunset policy yang sudah dibahas pada pembahasan. Diatur pada Pasal 37 A UU Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, merupakan fasilitas pengampunan pajak (tax amnesty secara terbatas).Dengan program ini, bagi wajib pajak yang belum melaporkan SPT (surat pemberitahuan) tahunan, dapat melakukan perbaikan SPT Tahunan tanpa dikenai sanksi denda administrasi. Tentu perbaikan SPT Tahunan disyaratkan ada pembayaran pajak.Contoh saja jika ada WP orang pribadi yang selama ini melaporkan hanya memiliki satu rumah dengan status pembayaran nihil, dengan program sunset policy, WP melaporkan memiliki empat rumah, walaupun hanya melakukan setoran kurang bayar untuk SPT Tahunan hanya sebesar Rp1 juta (dari tarif PPh sebesar 5% dikalikan penghasilan tambahan Rp20 juta).Tentu dari sisi pemeriksaan pajak, hal ini tidak wajar, jika melaporkan tiga rumah tambahan tetapi penghasilan hanya bertambah sebesar Rp20 juta saja.Namun demikian, hal ini sah secara hukum, dan terhadap WP tidak akan dilakukan pemeriksaan atas laporan penghasilan yang tidak wajar pada SPT sunset policy.
            Bahkan secara khusus Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 66/PMK.03/2008 tentang kebijakan sunset policy.Pada Pasal 4 Permenkeu tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa atas data dan informasi yang dilaporkan WP pada SPT Pajak Penghasilan, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya.Jaminan bahwa terhadap WP tidak akan dilaksanakan pemeriksaan kecuali data yang disampaikan tidak benar, diatur dengan Pasal 5 Permenkeu yang sama.
            Tujuan sunset policy agar wajib pajak melaporkan semua asetnya sehingga Pemerintah memiliki database dan administrasi perpajakan yang lebih baik sebagai fundamental penerimaan pajak pada masa depan.
            Pemerintah tidak akan melihat masa lalu wajib pajak yang tidak melaporkan SPT dengan benar, asalkan wajib pajak bersedia mengisi SPT sunset policy dengan data yang sebenar -benarnya.
            Pertanyaannya, jika demikian tujuan Pemerintah, mengapa sekarang sunset policy masih diutak-atik lagi. Berikut hasil penelusuran  informasi  yang didapat sebagai berikut :
1)      Pertama, WP tidak melaporkan seluruh asetnya pada SPT sunset policy.
            Misalkan WP melaporkan hartanya pada SPT sunset yaitu empat rumah tinggal, satu mobil niaga, deposito, dan dua mobil mewah.Sementara itu, Pemerintah memiliki data bahwa WP tersebut ternyata juga memiliki beberapa ruko -ruko yang disewakan dan kepemilikan saham di beberapa perusahaan, tetapi tidak dilaporkan pada SPT sunset policy.Wajib periksa WP Tentu saja, atas aset yang tidak dilaporkan, Pemerintah berkewajiban melakukan pemeriksaan karena WP tidak melaporkan se luruh asetnya secara benar, sesuai dengan Pasal 5 Permenkeu) Nomor 66/PMK.03/2008.
            Jikalau WP melaporkan SPT sunset policy secara benar, maka tindakan pemeriksaan tidak akan pernah ada. Namun tidak demikian yang terjadi, WP tersebut di atas melakukan dengan sadar dengan menyembunyikan sebagian asetnya dari pelaporan SPT sunset policy.
2)      Kedua, WP yang telah melakukan pembetulan SPT sunset policy, ternyata kembali melaporkan SPT seperti kondisi sebelum ikut sunset policy.
            Contohnya seorang pengusaha selama ini melaporkan SPT Tahunan PPh dengan nihil karena hanya melaporkan penghasilan dari satu perusahaan saja.Pada saat program sunset policy, pengusaha ini melakukan perbaikan SPT PPh tahun 2001 sampai tahun 2007 dengan penghasilan tahunan di luar gaji sebagai direktur, rata-rata sebesar Rp1 miliar.Ternyata pada SPT PPh tahun 2008 dan 2009, pengusaha tersebut kembali melaporkan SPT Tahunan PPh dengan status nihil. Tentu ini menimbulkan pertanyaan, apakah pengusaha tersebut tiba-tiba mengalami kebangkrutan bisnis?. Nah, pemerintah bisa mempertanyakan hal ini dengan me lakukan imbauan kepada wajib pajak bersangkutan, mengapa SPT PPh tahun 2008 dan 2009 tidak nyambung dengan SPT PPh tahun 2001 2007 yang dimasukkan pada program sunset policy.
3)      Ketiga, masalah utilisasi aset yang dilaporkan WP pada SPT sunset policy. Hampir sama dengan alasan kedua, Pemerintah dapat mempertanyakan utilisasi aset yang dilaporkan oleh WP.
            Misalkan pada SPT sunset policy, WP melaporkan memiliki tiga unit rumah tinggal, lima unit ruko dan saham di perusahaan tertutup.Pemerintah bisa mempertanya kan apakah ketiga rumah tersebut ditinggali semua atau sebagian disewakan? Jika disewakan, bagaimana dengan pelaporan pajak atas sewa yang diterima.Untuk kepemilikan ruko, apakah ruko tersebut disewakan atau digunakan sendiri. Jika digunakan sendiri, bisa dikaji pembayaran pajak penghasilan dari bisnis yang dilakukan oleh WP tersebut.Kemudian untuk kepemilikan saham, bisa dikaji apakah WP menerima dividen secara rutin atau dividen diwujudkan dalam bentuk natura atau fasilitas lainnya, sehingga menjadi taxable (dapat dikenakan pajak).
            Jika dilihat tiga alasan di atas, keinginan Pemerintah untuk memberdayakan data sunset policy bukan merupakan tindakan penjebakan bagi wajib pajak.
            Apabila WP telah melaporkan aset secara benar pada SPT sunset policy, WP dianggap telah bersikap jujur, terbuka, dan tidak akan mengulangi kesalahan masa lalu.Dari titik tolak ini, diharapkan pelaporan dan pembayaran pajak oleh wajib pajak, pada tahun-tahun mendatang juga sesuai kondisi sebenarnya dengan tidak melakukan tax evasion (penggelapan pajak) yang melanggar ketentuan pajak.



















DAFTAR PUSTAKA