Rabu, 30 November 2011

cara untuk kembali ke cinta

Aku sudah hidup dengan overhead bayangan
Aku sudah tidur dengan awan di atas tempat tidur
Aku sudah begitu lama kesepian
Terjebak di masa lalu
Aku hanya tidak bisa bergerak padanya

Aku sudah menyembunyikan semua harapan dan impian pergi begitu saja
Hanya dalam kasus aku membutuhkan dia lagi suatu hari nanti
Aku sudah menyisihkan waktu
Untuk menghapus sedikit ruang di sudut pikiran aku

Yang aku ingin lakukan adalah menemukan cara kembali ke cinta
aku tidak dapat membuat itu melalui tanpa jalan kembali menjadi cinta

Aku sudah menonton tapi bintang-bintang untuk bersinar menolak
Aku sudah mencari tapi aku tidak melihat tanda-tanda
Aku tahu bahwa itu di luar sana
Ada harus menjadi sesuatu untuk jiwa aku suatu tempat

Aku sudah mencari seseorang untuk menumpahkan beberapa lampu
Bukan seseorang hanya untuk mendapatkan aku melalui malam
aku bisa menggunakan arah beberapa
Dan aku terbuka untuk sandaran dia

Yang aku ingin lakukan adalah menemukan cara kembali ke cinta
aku tidak dapat membuat itu melalui tanpa jalan kembali menjadi cinta
Dan jika aku membuka hati lagi
Kurasa aku berharap kau akan ada di sana sampai pada akhirnya

Ada saat-saat aku tidak tahu apakah ini nyata
Atau kalau ada yang merasa seperti yang saya rasakan
aku perlu inspirasi
Bukan hanya negosiasi yang lain

Yang saya ingin lakukan adalah menemukan cara kembali ke cinta
aku tidak dapat membuat itu melalui tanpa jalan kembali menjadi cinta
Dan jika aku membuka hati aku kepada dia
Aku berharap dia akan menunjukkan apa yang harus kulakukan
Dan jika dia membantu saya untuk memulai lagi
Kau tahu bahwa aku akan ada untuk Dia pada akhirnya

Minggu, 27 November 2011

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

 A. PENGERTIAN
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.

Ruang lingkup H.K.I.:
  • Hak Cipta
    • Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    • Dasar hukum: UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
    • Hak cipta mengandung:
      • hak moral
        contohnya: lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang diakui menjadi ciptaan saya.
      • hak ekonomi
        hak ekomoni berhubungan dengan bisnis atau nilai ekonomis.
        contohnya: mp3, vcd, dvd bajakan.
    • Sifat hak cipta:
      • hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud
      • hak cipta dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian, bila dialihkan harus tertulis (bisa di notaris atau di bawah tangan)
      • hak cipta tidak dapat disita, kecuali jika diperoleh secara melawan hukum
    • Ciptaan tidak wajib didaftarkan karena pendaftaran hanya alat bukti bila ada pihak lain ingin mengakui hasil ciptaannya di kemudian hari.
    • Jangka waktu perlindungan hak cipta:
      • Selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
      • 50 tahun sejak diumumkan/diterbitkan untuk program komputer, sinematografi, fotografi, data base dan karya hasil pengalihwujudan, perwajahan karya tulis, buku pamflet, dan hasil karya tulis yang dipegang oleh badan hukum.
      • Tanpa batas waktu: untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta.
  • Hak Atas Kekayaan Industri
    • Patent (Hak Paten)
      • Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
      • Dasar hukum: UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten.
      • Jangka waktu paten: 20 tahun, paten sederhana: 10 tahun.
      • Paten tidak diberikan untuk invensi:
        • bertentangan dengan UU, moralitas agama, ketertiban umum, kesusilaan.
        • metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
        • teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
        • makhluk hidup dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan.
      • contohnya: Ballpoint, untuk masalah teknologi tinta.
    • Trademark (Hak Merek)
      • contohnya: Ballpoint, untuk tulisan (misalnya) Parker.
    • Industrial Design (Hak Produk Industri)
      • contohnya: Ballpoint, untuk desain atau bentuk.
    • Represion Of Unfair Competition Practices (Penanggulangan Praktik Persaingan Curang)
Beberapa peristiwa lahirnya karya Intelektual :
  Pada zaman purba  ( ancient world ). Mula – mula , corak merek dimulai  dengan cap atau “ Branding “ pada hewan peliharaan. Pada masa purba  sebelum manusia  pandai tulis baca, keberadaan merek  masih dalam bentuk  “ tanda “    ( design ). Bentuk  yang seperti ini berlangsung berabad-abad. Sebagai  contoh  gambar lukisan  pada dinding  di Mesir  Purba. Lukisan  pada gua di bagian  barat – daya Eropa. Diperkirakan digambar  pada Zaman Batu ( Stone  Age ). Zaman Perunggu ( Bronze age ), terjadi perkembangan . Ternak  peliharaan mulai dicap  pada bagian pinggul.(dikutip dari Yahya Harahap : Tinjauan Merek Secara Umum, )
  Masa 35 S.M. – 265, pada Masa ini dikawasan  Imperium  Romawi, berkembang  kerajinan  Tembikar. Masing-masing tembikar yang dihasilkan, memakai merek pada saat lampu  minyak Romawi berkembang sebagi  salah satu barang penting dalam perdagangan , lampu minyak merek FORTIS memperoleh kemajuan  pesat. Kemajuan  yang dialami FORTIS mengakibatkan perdagangan  yang menjual barang hasil  kerajinan  dan senjata, meniru merek tersebut. Bermunculan barang  kerajinan  yang meniru  dan memalsu merek   FORTIS, mulai dari Prancis, Jerman, Belanda, Inggris dan Spanyol. Dengan demikian  jika pada mulanya  merek FORTIS hanya diklasifikasi  untuk jenis barang  lampu minyak, ternyata para produsen telah memakainya  untuk  berbagai  jenis barang  produksi dalam persaingan.
  pada tahun 567 AD yaitu pada zaman Romawi ketika seorang penyair Martial mengecam keras seseorang yang membacakan sajak-sajaknya dimuka umum tanpa seijinnya. Martial menamakan perbuatan ini sebagai plagium, arti dari sebenarnya dari plagium ini adalah adanya ide hubungan atau keterkaitan antara pencipta dengan ciptaannya (Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Alumni:2002, hal.47) tindakan membacakan dan menyalin suatu karya cipta tanpa ijin penciptanya dianggap sebagai penjiplakan karena saat itu belum adanya mesin cetak.
  Pada tahun 1709 di Inggris untuk pertama kalinya diundangkan suatu Undang-undang Hak Cipta yang pertama di dunia “STATUE OF ANNE”, undang-undang ini secara berarti mengubah status seorang pencipta menjadi pemilik eksklusif karya ciptanya sehingga seorang pencipta karya tulis mempunyai hak khusus dan kebebasan mencetak.
 
B. PRINSIP - PRINSIP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL.
  Pada tahun 1709 di Inggris untuk pertama kalinya diundangkan suatu Undang-undang Hak Cipta yang pertama di dunia “STATUE OF ANNE”, undang-undang ini secara berarti mengubah status seorang pencipta menjadi pemilik eksklusif karya ciptanya sehingga seorang pencipta karya tulis mempunyai hak khusus dan kebebasan mencetak.
  Menetapkan standar minimum untuk perlindungan dan penegakan hukum HaKI di negara –negara peserta.
  Masing-masing negara peserta harus melindungi warga negara dari negara peserta lainnya
  Negara-negara peserta diharuskan memberikan perlindungan HaKI yang sama kepada warga negara peserta lainnya
  Penegakan hukum yang ketat disertai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan sengketa ,yang diikuti dengan hak bagi negara yang dirugikan untuk mengabil tindakan balasan secara silang.  
C. HUKUM - HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL.
UU tentang H.K.I di Indonesia:
  • UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
  • UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
  • UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
  • UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
  • UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
  • UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
D. CONTOH KASUS HAK ATS KEKAYAAN INTELEKTUAL.

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Untuk Pelanggaran HKI

Berdasarkan bukti yang cukup, pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan
Niaga untuk menerbitkan Surat Penetapan Sementara tentang pencegahan masuknya produk
yang berkaitan dengan pelanggaran HKI dan penyimpanan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran HKI.
Begitulah bunyi ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang HKI kita mengenai
Penetapan Sementara Pengadilan. Lebih tepatnya, ketentuan tersebut diatur di
dalam Pasal 49-52 UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Pasal 125-128
UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten, Pasal 85-88 UU No.15 Tahun 2001 Tentang
Merek, dan Pasal 67-70 UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Ketentuan tersebut disyaratkan oleh TRIPs Agreement yang untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Pasal 44-60. Indonesia telah meratifikasi TRIPs Agreement
tersebut melalui UU No.7 Tahun 1994. Sebagai konsekuensinya, Undang-undang
HKI kita harus menyesuaikan (comply) dengan ketentuan TRIPs tersebut.
Anton Piller Order
Cikal bakal penetapan sementara berawal dari celebrated case (Anton Piller v.
Manufacturing Processes) yang terjadi di Inggris pada 1976. Saat itu, pengadilan
setempat (High Court or Patents County Court) menerbitkan Penetapan Sementara
(interlocutory injunction) berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemohon
(Anton Piller), tanpa memberikan notice (temporary restraining order) kepada
Termohon (Manufacturing Processes) untuk menginspeksi bangunan, gudang,
kantor, rumah milik Termohon dan menyita, memeriksa pembukuan, membuat
salinan (copy), melakukan pemotretan terhadap barang-barang yang diduga telah
melanggar HKI milik Pemohon. Tentunya hal tersebut harus dilakukan oleh
Pemohon bersama-sama dengan jurusita (bailiff-court officer).
Apabila Termohon tidak mematuhi atau tidak mengizinkan Pemohon untuk
menginspeksi dan memeriksa atau tidak mematuhi/melawan penetapan (court
order) tersebut, maka tindakannya itu sudah merupakan contempt of court.
Termohon juga diwajibkan untuk menyerahkan barang-barang hasil pelanggaran
HKI tersebut apabila dibutuhkan, termasuk incriminating documents dan
pembukuan, bahkan memberikan informasi tentang source of supply dan destination
of stock.
Penetapan Sementara ini (interlocutory injunction dalam bentuk temporary
restraining order) hanya diberikan oleh pengadilan apabila Pemohon dapat
memberikan bukti yang kuat adanya dugaan pelanggaran HKI, menunjukkan
kerugian, baik aktual maupun potensi yang diderita sangat serius, dan
memberikan bukti valid (clear evidence) bahwa Termohon memiliki incriminating
documents dan bukti lain dimana ada kekhawatiran barang bukti tersebut akan
hilang atau dimusnahkan.
Adapun tujuan diberikannya Penetapan Sementara ini diberikan sebelum perkara
diperiksa adalah untuk membantu Pemohon menghitung dan mengkalkulasikan
kerugian—baik aktual maupun potensi--serta hilangnya keuntungan yang
diharapkan pada saat meminta ganti rugi (damages) di dalam gugatan perdata atau
pada saat perkara telah diperiks .

Selanjutnya, pengadilan akan memonitor sepak terjang Pemohon di dalam
melaksanakan penetapan tersebut. Pemohon tidak boleh berlebihan didalam
mengeksekusi atau melaksanakan Penetapan Sementara tersebut, misalnya,
sampai menutup atau mematikan usaha (business) Termohon. Lebih jauh lagi,
apabila, barang-barang atau dokumen dan pembukuan yang disita telah selesai
diperiksa dan informasi yang dibutuhkan telah diperoleh, maka barang-barang
tersebut harus diserahkan kembali kepada Termohon.
Di sisi lain, Termohon dapat pula mengajukan permohonan to discharge the order
(membatalkan penetapan tersebut) dengan dalih Pemohon telah berlebihan dan
tidak melaksanakan court order tersebut sebagaimana mestinya. Dikabulkan atau
ditolaknya permohonan untuk membatalkan Penetapan Sementara tersebut adalah
sepenuhnya wewenang Pengadilan. Artinya, Pengadilan pun dapat membatalkan
Penetapan Sementara tersebut tanpa harus adanya permohonan dari Termohon
apabila ternyata Pemohon berlebihan (excessive) di dalam mengeksekusi Penetapan
Sementara tersebut, dan apabila informasi dan bukti yang dikumpulkan oleh
Pemohon tidak menunjukkan adanya pelanggaran HKI.
Jika permohonan Termohon untuk membatalkan penetapan dikabulkan atau
Penetapan Sementara Pengadilan tersebut dibatalkan dengan sendirinya oleh
pengadilan, maka Termohon berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang
dideritanya selama dikeluarkan Penetapan Sementara Pengadilan tersebut.
Penetapan Sementara di Indonesia
Interlocutory injunction diberikan sebelum perkara diperiksa. Interlocutory
injunction ini dapat berupa preliminary injunction yaitu dimana setelah Termohon
mendapat notice dan berkesempatan merespons, dan temporary restraining order
yaitu tidak adanya notice atau pemberitahuan kepada Termohon.
Interlocutory injunction baik dalam bentuk “preliminary injunction” maupun
“temporary restraining order” yang diberikan sebelum perkara diperiksa (before
hearing) tidak dikenal di dalam sistem hukum kita. Sistem hukum yang demikian
hanya lazim di negara-negara Anglo Saxon.
Hal ini tidak memungkinkan menurut Hukum Acara kita (HIR untuk Jawa dan
Madura; RBG untuk daerah luar Jawa). Pengadilan tidak dapat menerbitkan
Penetapan Sementara sebelum perkara diperiksa. Penetapan Sementara hanya
dapat diberikan pada saat atau setelah perkara diperiksa dalam bentuk Putusan
Sela atau Putusan Provisi. Dengan demikian gugatan harus diajukan terlebih dahulu
dan perkara harus diperiksa terlebih dahulu. Putusan Provisi harus diminta oleh
Penggugat di dalam petitum gugatan. Dengan kata lain, Putusan Provisi tersebut
tidak dapat diberikan berdasarkan permohonan, tapi harus berdasarkan gugatan.
Demi TRIPs, Undang-undang HKI kita “mencaplok habis” ketentuan Penetapan
Sementara sebagaimana yang dimaksud di dalam Anton Piller Order tersebut.
Namun sayangnya ketentuan tersebut tidak jelas dan tidak rinci. Tidak disebutkan
bagaimana proses pengajuannya di Pengadilan Niaga. Selain itu, juga tidak
disebutkan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan tersebut.
Lebih jauh lagi, masalah kelengkapan yang perlu dilampirkan, siapa yang akan
melaksanakan penetapan sementara, cara untuk mengetahui bahwa Penetapan
Sementara tersebut dilaksanakan, sanksi bagi Termohon jika tidak patuh pada
penetapan sementara (UU Contempt of Court masih berbentuk Rancangan),
masalah jangka waktu, serta berbagai persyaratan formil lainnya.

UU HKI kita sebagaimana tersebut di atas hanya mensyaratkan permohonan
penetapan sementara secara tertulis harus disertai bukti kepemilikan HKI, bukti
awal adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran HKI, keterangan
yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan
dan diamankan untuk keperluan pembuktian.
Selain itu, disyaratkan pula adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga
melakukan pelanggaran HKI akan dapat dengan mudah menghilangkan barang
bukti. Pemohon juga diwajibkan untuk membayar uang jaminan berupa uang tunai
atau jaminan bank.
Namun demikian, bagaimana cara mengajukan permohonan Penetapan Sementara
tersebut sampai sekarang tidak jelas. Belum ada satu pihak pun yang berani
mencoba mengajukan permohonan tersebut ke Pengadilan Niaga karena
mekanismenya belum jelas. Terlebih lagi, pemohon diwajibkan membayar uang
jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank pula.
Politik Hukum
Perlu pengaturan lebih lanjut untuk dapat menerapkan Anton Piller Order di
Indonesia, baik dalam bentuk Surat Edaran oleh Mahkamah Agung ataupun PP oleh
Pemerintah yang mengatur secara rinci cara dan persyaratan formilnya. Memang
UU HKI tidak menyebutkan bahwa tata cara pengajuan permohonan Penetapan
Sementara akan diatur oleh ketentuan khusus lebih lanjut.
Namun, absennya pengaturan lebih lanjut tersebut mengakibatkan mandulnya
Undang-undang HKI kita. Ketentuan Penetapan Sementara sebagaimana tertuang
pada Pasal 49-52 UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Pasal 125-128 UU
No.14 Tahun 2001 Tentang Paten, Pasal 85-88 UU No.15 Tahun 2001 Tentang
Merek, dan Pasal 67-70 UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta hanya merupakan
“macan ompong”.
Di satu sisi sangat menggembirakan WTO karena telah memenuhi persyaratan yang
diatur TRIPs. Di sisi lain ketentuan tersebut tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Apakah memang kondisi demikian yang dikehendaki? Apakah memang
Indonesia haven pembajakan? Haruskah kita menunggu sampai benar-benar siap
bersaing secara global? Pembaca budiman sekalian tidak perlu pusing
menjawabnya. Biarlah “Politik Hukum” dan “political will” Pemerintah yang
menjawab.

Hukumonline.com http://hukumonline.com/print.asp?id=13441&cl=Kolom



SURAT BERHARGA


A. Pengertian
Definisi hukum dari dulu para ahli belum ada satu kesatuan. Masing-masing mereka mendefinisikan yang berbeda-beda pula namun maknanya sama. Mugkin itulah ciri khas ilmu sosial bahwa sebuah definisi tidak harus baku. Lain hal dengan ilmu eksak/pasti sebuah definisi harus pasti dan tidak boleh berubah-rubah. Namun, tatkala kita kan mempelajari hukum positif yaitu hukum yang berlaku di suatu negara seperti Negara Indonesia, maka tentu perlu sebuah batasan definisi sebagai acuan/pegangan sehingga kita akan mudah dalam mempelajari sebuah hukum tersebut. Mengapa masyarakat masih butuh hukum ? Padahal dalam kehidupan sehari-hari sudah ada semacam peraturan peraturan yang hidup yang mengatur pergaulan mereka sehari-hari. Peraturan hidup yang dimaksud adalah norma/kaidah, seperti norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan.
Dimana norma-norma tersebut sudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Mengapa norma hukum masih diperlukan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perlunya norma hukum karena ketiga norma tersebut tidak mampu memberikan secara langsung rasa keadilan dan kebenaran bagi masyarakat. Norma agama hanya berlaku bagi agamanya masing-masing, tidak berlaku secara menyeluruh bagi agama yang lain. Norma kesopanan dan kesusilaan juga hanya berlaku pada golongan tertentu. Sebab bisa saja golongan satu menganggap ini tidak sopan/tidak susila sementara golongan yang lain itu adalah sopan/susila.
Untuk itu perlu sebuah norma yang mengatur kepentingan yang sama dan menyeluruh dalam penegakannya tanpa kecuali. Dalam hukum dikenal dengan istilah berlaku secara unifikasi (berlaku bagi seluruh golongan). Norma semacam ini dapat berlaku secara menyeluruh dikarenakan dalam pembuatan norma itu jelas, baik itu tata cara pembuatannya, bentuknya maupun siapa yang membuat. Tata cara pembuatannya tentu harus mengacu pada kepentingan kepentingan masyarakat yang harus dilindungi. Bentuknya tentu harus tertulis yang dikenal dengan istilah azas legalitas. Sedangkan siapa yang membuatnya tentu lembaga yang berwenang sebagai lembaga perwakilan yang berkepentingan (rakyat). Hukum ? Apa itu hukum ? Banyak sekali para ahli memberikan definisi hukum. Tidak ada kesamaan definitif atas definisi tersebut. Hal ini kata Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, hukum ranahnya sangat luas. Namun walaupun para ahli tidak
mempunyai kesamaan dalam memberikan definisi. Hakikat dan maksud dari definisi para ahli tersebut sama. Para fakar hukum sepakat bahwa dengan kompleksitas dan multiperspektif, hukum tidak dapat didefinisikan secara komprehensif dan representatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Van Apeldoorn, tidaklah mungkin suatu definisi untuk ”hukum”. Pernyataan tersebut bukanlah suatu pandangan yang pesimistis, tetapi didasarkan pada kenyataan betapa kompleks dan multipersepektif untuk mendefinisikan hukum. Dalam bukunya berjudul Inleiding tot de studie van Het Netherlandse Recht, 1955, Apeldoorn menyebutkan bahwa hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam yang menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apa sebenarnya hukum itu)
1. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga
tidak mungkin menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaska.
2. I Kisch, oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera
maka sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.
3.Lemaire, hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu sebenarnya. 4.Drs. E. Utrecht, SH, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
5.SM. Amin, SH, Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri
dari norma dan sanksi-sanksi.
6.J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu. 7.M.H. Tirtaatmidjaja, SH, Hukum adalah semua aturan (norma yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, di denda dsb.
8.Van Vollenhoven (Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.
9. Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat.
10. Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak bebruat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
Walaupun kita mengkompilasi sejumlah pendapat sarjana dalam definisi apa hukum itu, namun tetap tidak akan mampu memperoleh suatu definisi yang memuaskan semua pihak. Namun demikian paling tidak dari sejumlah pendapat sarjana diambil pemahaman yang saling melengkapi satu sama lain. Kita tidak bebicara masalah puas atau tidak, tetapi memberikan pemahaman tentang pengertian hukum. Maka dapt di simpulkan bahwa “Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur pergaulan hidup masyarakat, yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, bersifat memaksa, berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mendapat sanksi yang tegas”.
Terdapat beberapa istilah yang identik dengan surat berharga, misalnyanegotiable
instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial papersdan
waardepapieren (Bambang Setijoprodjo, 1994 : 3).

B. Jenis - jenis Surat-Surat Berharga`
Menurut Wirjono Prodjodikoro, istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai atau negotiable instruments (Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 34).
Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004)
Surat Berharga /waarde papier / negotiable instrument adalah :Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut , baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan. Contoh : Cek, wesel , Saham , Obligasi , dll.
Fungsi Surat Berharga secara yuridis adalah sebagai berikut : Sebagai alat pembayaran Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). Sebagai Surat Legitimasi (Surat Bukti Hak Tagih)
Dilihat dari segi fungsinya , ada 3 macam surat berharga : Surat yang bersifat hukum kebendaaan (zakenrechtelijke papieren) Surat tanda keanggotaan dari persekutuan (lidmaatschaps papieren) Surat tagihan hutang (schuldvorderingspapieren)
Secara fisik Surat Berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi secara hukum dapat mengikat. Teori secara cauisa yuridis suatu surat berharga mempunyai kekuatan mengikat :
b.
Teori Kreasi (Creatie theorie ) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan penerbit menandatangani surat berharga. Karena penandatanganan tersebut, penerbit terikat meskipun pihak pemegang surat berharga sudah beralih kepada pihak lain dari pemegang semula.
c.
Teori Kepatutan (Redelijkheids theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga kepada siapapun pemegangnya secara patut.
d.
Teori Perjanjian (Overeenkomst theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat karena penerbit telah membuat perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga .
e.
Teori Penunjukan (Vertonings theorie) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena pihak pemegang surat berharga tersebut menunjukkan surat berharga tersebut kepada penerbit untuk mendapatkan pembayaran.
Jenis-Jenis Surat Berharga
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dalam Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur
jenis surat berharga seperti:
1. Wessel
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan
5. promes atas tunjuk Dan lain-lain
Sedangkan di dalam perkembangannya sekarang muncul jenis surat berharga seperti:
Bilyet Giro, Travels Cheque, Credit Card, dsb.
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing –masing tentang “Persyaratan perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta
memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial. lalu yang menjadi pertanyaan bagaimana perlindungan hukum yang di miliki oleh setiap pemegang surat-surat berharga?
Di karnakan yang menjadi pokok pembahasan kali ini merupakan perlindungan hukum bagi pemegang surat berharga dalam perspektif hukum dagang maka dapat di jelaskan seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa surat berharga adalah alat yang berfuungsi Sebagai alat pembayaran, Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). Sebagai Surat Legitimasi (Surat Bukti Hak Tagih). Maka dengan adanya surat ini dengan secara otomatis timbullah suatu perikatan antara masing-masing pihak yang membuatnya. Karena Perlindungan hukum merupakan suatu tindakan Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan hokum maka perlrlindungan hokum yang dimiliki oleh seorang pemegang surat berharga terdapat pada kitap undang undang hokum dagang dan kitap undang-undang hokum perdata pada pasal 1233-1352tentang perjanjian. Di karenakan hukum dagang juga merupakan hukum yang mengatur tentang hubungan pribadi antara manusia dan manusia merupakan salah satu subjek-subjek hukum kerena bersamaan hidup dalam suatu masyarakat, misalnya barang-barang yang dibawa oleh pihak perempuan dalam perkawinan, perwarisan, jual beli, pegadaian sawah, dll tetapi hubungan pribadi tersebut selalu terdapat antara subjek-subjek hukum saja, sedangkan benda-benda tersebut hanya bersangkutan dalam hubungan tersebut hanya merupakan objek saja. Negarapun sebagai subjek hukum sebagai badan hukum dapat terlibat dalam hubungan pribadi tersebut.
Apalagi Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan pancasila berarti pengakuan& perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama.
Sebelum kita membahas lebih dalam, sebaiknya kita perlu mengetahui definisi dari Perlindungan Hukum itu sendiri yaitu segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, Sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)” Elemen pokok negara hukum adalah pengakuan& perlindungan terhadap “fundamental rights” (tiada negara hukum tanpa pengakuan&perlindungan terhadap ‘fundamental rights
Dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalme, yaitu menjamin kebebasan & hak warga, maka menaati hukum dan konstitusi pada hakekatnya menaati imperatif yang terkandung sebagai substansi maknawi didalamnya (imperatif : hak-hak warga yang asasi harus dihormati & ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara dimanapun & kapanpun, juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mempengaruhi jalannya proses pembuatan kebijakan public.
Seperti Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan.
Dalam melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut, contoh hukum bisnis adalah undang-undang perlindungan konsumen (UU No. 8 tahun 1999). Dalam undang-undang perlindungan konsumen dalam pasal disebut diatur tentang kewajiban pengusaha mencantumkan lebel halal dan kadaluarsa pada setiap produk yang ia keluarkan. Dengan kewajiban tersebut konsumen terlindungi kesehatannya karena ada jaminan perlindungan jika produk sudah daluarsa. Begitu juga dengan konsumen umat islam adanya lebel halal akan terjamin dari mengkonsumsi produk haram. Contoh-contoh
hukum yang mengatur dibidang bisnis, hukum perusahaan (PT, CV, Firma), kepailitan, pasar modal, penanaman modal PMA/PMDN, kepailitan, likuidasi, merger, akuisisi, perkreditan,pembiayaan,jaminan,hutang,surat berharga,hukum ketenagakerjaan/perburuhan, hak kekayaan intelektual, hukum perjanjian (jual beli/transaksi dagang), hukum perbankan, hukum pengangkutan, hukum investasi, hukum teknologi, perlindungan konsumen, hukum anti monopoli, keagenan, distribusi, asuransi, perpajakan, penyelesaian sengketa bisnis, perdagangan internasional/WTO, kewajiban pembukuan, dll.

Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum tesebut diatas sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena : 
•Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan/perjanjian bisnis itu membutuhkan

sesuatu yang lebih daripada sekadar janji serta itikad baik saja.
•Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan
seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak memenuhi
janjinya.
•Disinilah peran hukum bisnis tersebut.
Untuk itu pemahaman hukum bisnis dewasa ini dirasakan semakin penting, baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dalam berbagai sektor serta mengglobalnya sistem perekonomian.
Menurut Ismail Saleh dalam bukunya “HUKUM DAN EKONOMI” 1990, : ”Memang benar ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa kebahagiaan rakyat banyak”. Berdasarkan hal diatas sangatlah terlihat bahwa hukum sangat penting dalam dunia ekonomi/bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu ekonomi/bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah peran hukum membatasi hal tersebut. Maka dibuat perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis tersebut (hukum bisnis). Dengan telah dibuatnya hukum bisnis tersebut (peraturan perundang-undangan) imbasnya adalah hukum bisnis tersebut harus diketahui/dipelajari oleh pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas (monopoli dan persaingan usaha tidak sehat).

Bagaimanapun juga adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru karena hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.

C. CONTOH KASUS SURAT BERHARGA

Surat Berharga Mirwan Amir Capai Rp 25 Miliar
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Mirwan Amir kerap disebut-sebut kecipratan uang "haram" dalam proyek pembangunan Wisma Atlet. Selebritis baru di dunia hukum ini ternyata termasuk sosok bergelimang harta.
Mirwan, dari data yang dilansir KPK berdasarkan laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN)nya memiliki harta kekayaan senilai total Rp 27.725.500.000. Besaran itu, Rp 25 miliar diantaranya berbentuk surat berharga.
Selain surat berharga, harta suami dari Agnes Widiyasari Rahmani ini juga berbentuk harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Tangerang dan Aceh Besar senilai Rp 960 juta. Dia juga memiliki harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp 1 miliar.
Jenisnya, berdasarkan LHKPN yang dilansir KPK, adalah Mercedes Benz keluaran tahun 1996 dan Mitsubishi dengan tahun pembuatan yang sama. Harta bergerak Mirwan tak hanya berwujud alat transportasi.
Pria kelahiran 7 Mei 1961 ini juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 115 juta. Dia juga memiliki piutang senilai Rp 750 juta. Semua harta kekayaan ini masih mungkin bertambah besarannya saat ini. Pasalnya, harta-harta itu merupakan kekayaan yang dimiliki Mirwan
hingga 27 September 2003 silam.