Kamis, 07 Juni 2012

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DI SEKITAR LINGKUNGAN KOTA BEKASI

ABSTRAK

Program Studi Manajemen Keuangan, program DIII Bisnis dan Kewirausahaan Universitas Gunadarma, 2012
Kata Kunci  :   Pertumbuhan perekonomian di sekitar Bekasi Timur
(xi + 01 + Lampiran)

Penulisan makalah ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan perekonomian di daerah Kota Bekasi. Kota Bekasi merupakan kota mandiri yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Kota ini tak pernah berhenti berdenyut dari pembangunan. Kota Bekasi berkembang pesat sama halnya dengan Kota Jakarta tidaklah jauh dari luput gedung -gedung yakni gedung pertokoan. Kota ini menyediakan fasilitas gedung pembelanjaan untuk menyediakan kepada masyarakat setempat. disamping fasilitas pertokoan, Kota Bekasi juga mmenyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan bagus untuk menekuni peluang usaha.


BAB 1  PENDAHULUAN

A. GEOGRAFIS
Secara geografis kota Bekasi berada pada ketinggian 19 m diatas permukaan laut. Kota ini terletak di sebelah timur Jakarta; berbatasan dengan Jakarta Timur di barat, kabupaten Bekasi di utara dan timur, kabupaten Bogor di selatan, serta kota Depok di sebelah barat daya.
Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50 % sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90 % telah menjadi kawasan perumahan, 4 % telah menjadi kawasan industri, 3 % telah digunakan untuk perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya.
B. SEJARAH 
 Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda Kelapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.
 Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir.
Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng tembaga.
Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8 Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).
 Sejarah Sebelum Tahun 1949
 Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina. Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.
 Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede), pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.
 Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
 Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
 Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
 1. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Rakyat bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi.
 Akhirnya berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto “SWATANTRA WIBAWA MUKTI”. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa. Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 - 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
 Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang “Kota”) melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998). Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003).
 Dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan jumlah dan status kelurahan/desa. Maka, berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri bernomor 140/2848/PUOD tanggal 3 Februari 1998 dan sesuai keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 50 Tahun 1998, mengubah status 6 desa menjadi kelurahan, pemecahan 2 kelurahan baru. Sehingga jumlah desa/kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi menjadi 52 desa. Masing-masing 35 jumlah kelurahan dan 17 jumlah desa.

Seiring dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah telah mengubah paradigma penyelenggaraan pemerintah daerah. Atas landasan itu pula nomenklatur pemerintah daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi berubah menjadi Kota Bekasi. Berdasarkan UU Nomor 22/1999, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonomi serta PP Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Pejabat Daerah, telah melahirnya peraturan daerah Nomor 9, 10, 11 dan 12 Tentang Pengaturan Organisasi Perangkat Daerah.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat lewat Perda (peraturan daerah) maka terbitlah Perda Nomor 14 Tahun 2000 yang menyesahkan terbentuknya 2 kecamatan baru: Kecamatan Rawa dan Medan Satria. Sehingga Kota Bekasi terdiri atas 10 kecamatan. Dan berdasarkan Perda Kota Bekasi Nomor 02 Tahun 2002 Tentang Penetapan Kelurahan, maka seluruh desa yang ada di Kota Bekasi berubah status menjadi kelurahan, sehingga Pemko (pemerintah kota) Bekasi mempunyai 52 pemerintahan di kelurahan.

Seiring waktu perjalanan Pemko Bekasi mengalami pemekaran kembali. Itu didukung oleh Perda Pemko Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, maka wilayah administrasi Kota Bekasi menjadi 12 kecamatan dan 56 kelurahan. Semua itu ditempuh untuk meningkatkan pelayanan dan mengayomi masyarakat yang ada di wilayah Administrasi Kota Bekasi. Tak lama kemudian, terbitlah Keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor 37-174.2/DPRD/2003 tertanggal 22 Februari 2003 tentang penetapan walikota Bekasi dan wakilnya periode 2003-2008. Yang dilanjutkan dengan keputusan Mendagri bernomor: 131.32-113 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat. Dan keputusan Mendagri Nomor: 132.32-114 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat H Akhmad Zurfaih HR, S.Sos yang didampingi oleh Mochtar Mohamad.

Menjelang hari kelahiran (jadi) Pemko Bekasi yang ke-9 tahun 2006, lokasi perkantoran atau pusat ibukota Pemko Bekasi dialihkan ke Jalan Jend. Ahmad Yani Nomor 1 Kecamatan Bekasi Selatan yang sebelumnya berpusat di Jalan Ir Juanda. Alasan pemindahan itu berlandaskan atas persetujuan penetapan pusat ibukota Pemko Bekasi yang disahkan oleh lembaga DPRD Kota Bekasi bernomor: 27/174.2/DPRD/2005 Tentang Persetujuan Pemindahan Pusat Ibukota Pemko Bekasi tertanggal 25 Juni Tahun 2005. Yang diketahui oleh Gubernur Jawa Barat dan Mendagri RI.

Di hari jadi Pemko Bekasi yang ke-10, yang bertepatan tanggal 11 Maret 2007, Pemko Bekasi telah melaksanakan berbagai aktivitas pemerintahan yang berpusat di Jl Jend Ahmad Yani No 1 Bekasi Selatan. Dan kondisi perkantoran representatif sebagai pusat dan pelayanan masyarakat Kota Bekasi.

Pada pemilu legislatif 2004 telah mengantarkan 54 orang wakil rakyat Kota Bekasi dari delapan partai politik: PKS (11), Golkar (9), PD (7), PAN (6), PDI-P (6), PPP (4) PDS (1), PBB (1). Periode 2004-2009, yang terpilih sebagai pimpinan DPRD Ketua H Rahmat Effendi, S.Sos, M.Si, (F-Golkar), didampingi oleh H Dadang Asgar Noor (F-PD) dan H Ahmad Saikhu (F-PKS).

C. SENI DAN BUDAYA
Kota Bekasi juga menjadi sumber inspirasi bagi para seniman untuk menuangkan kreasinya, antara lain muncul dalam puisi Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar dan dalam dua novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Kranji-Bekasi Jatuh (1947) serta Di Tepi Kali Bekasi (1951). Karya-karya tersebut lahir pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia.

BAB 2. PEMBAHASAN
 A. KEPENDUDUKAN
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah Penduduk Kota Bekasi angka sementara adalah 2.336.498 orang, yang terdiri atas 1.182.496 laki-laki dan 1.153.993 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk Kota Bekasi masih di dominasi di 4 Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 310.198 orang (13,28 %), Bekasi Barat sebanyak 270.569 orang (11,58 %), Bekasi Timur sebanyak 248.046 orang (10,62 %) dan Kecamatan Pondokgede sebanyak 246.413 orang (10,55 %).
Perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan atau seks rasio di Kota Bekasi adalah sebesar 102 persen. Dari 12 Kecamatan yang ada di Kota Bekasi semua Kecamatan seks rasio nya berada diatas 100, sedangkan Kecamatan yang seks rasionya tertinggi adalah Kecamatan Bantargebang yakni sebesar 112 persen dan yang terendah adalah Kecamatan Rawalumbu yaitu sebesar 100 persen.
Dari hasil SP2010 diketahui Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Bekasi sebesar 3,48 persen pertahun. Kecamatan yang LPP nya tertinggi adalah Kecamatan Mustikajaya yakni 8,43 persen pertahun, sedangkan laju Pertumbuhan penduduk-nya terendah adalah Kecamatan Bekasi Timur yakni sebesar 1,33 persen pertahun.
Dengan luas wilayah 210,49 km2 yang didiami oleh 2.336.489 orang, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Bekasi adalah sebesar 11.100 jiwa per km2. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Bekasi Timur dimana kepadatannya mencapai 18.387 jiwa/km2 pada tahun 2010, Sedangkan yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Bantargebang angka kepadatan penduduknya sekitar 5.631 jiwa/km.
 
B.  PEREKONOMIAN
Kota Bekasi merupakan kota mandiri yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Kota ini tak pernah berhenti berdenyut dari pembangunan. Luas  wilayah Bekasi 1.273,88 km2 dengan jumlah penduduk mencapai angka 2.336.489 jiwa menjadikan kota ini sangat potensial untuk pengembangan sejumlah proyek properti. Wilayah  Bekasi Utara khususnya yang berpenduduk paling padat menjadi incaran para pengembang untuk mengembangkan kawasan hunian menengah ke atas. Kini satu lagi mega proyek properti yang dibawakan pengembang ternama Summarecon menghadirkan kawasan mandiri lengkap dengan fasilitasnya.
Pengembangan yang terus dilakukan di kota Bekasi merupakan upaya untuk menyelaraskan pesatnya perkembangan yang terjadi di kota Jakarta. Apalagi, dalam beberapa tahun ke depan, kepadatan lalu lintas menjadi alasan utama setiap kota satelit harus mampu mengakomodasi kebutuhan warganya. Seperti kawasan mandiri yang lengkap dengan fasilitasnya dihadirkan untuk memanjakan warga Bekasi yang biasanya harus pergi ke Jakarta untuk menikmati kebutuhan belanja, hiburan, pendidikan, kesehatan, dan gaya hidup.
Berkembangnya kebutuhan berbelanja bagi para penghuni kawasan perumahan dari sisi kemudahan menjangkaunya juga menjadi alasan sejumlah pengembang menghadirkan ruko di dekat hunian. Apalagi berbelanja sudah menjadi kebutuhan harian sehingga lokasi tempat belanja yang lengkap dan mudah dijangkau serta dekat dari hunian begitu dinantikan. Inilah yang menginspirasi Olympus Development membuat terobosan baru dengan menghadirkan Prima Sentra Grosir di kawasan hunian yang sudah berkembang dan memiliki populasi penduduk sekitar 1 juta jiwa. Pengembangan pusat belanja ini nantinya akan mengakomodasi kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan gaya hidup dan hiburan warga Bekasi.
Pada awalnya perekonomian Bekasi hanya berkembang di sepanjang jalan Ir. H. Juanda yang membujur sepanjang 3 km dari alun-alun kota hingga terminal Bekasi. Di jalan ini terdapat berbagai pusat pertokoan yang dibangun sejak tahun 1978.
Selanjutnya sejak tahun 1993, kawasan sepanjang Jl. Ahmad Yani berkembang menjadi kawasan perdagangan seiring dengan munculnya beberapa mal serta sentra niaga. Pertumbuhan kawasan perdagangan terus berkembang hingga jalan K.H. Noer Ali (Kalimalang), Kranji, dan Harapan Indah. Beberapa pusat perbelanjaan di kota Bekasi diantaranya Mal Metropolitan, Mega Bekasi Hypermal, Bekasi Square, Plaza Pondok Gede, Grand Mal, Bekasi Cyber Park, Bekasi Trade Centre, Carrefour, Giant, Makro, dan Hypermart.
Sementara dari kontribusi terhadap pendapatan daerah, keberadaan kawasan-kawasan industri di kota ini mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonominya, dengan menempatkan industri pengolahan sebagai yang utama, diikuti sektor perdagangan, perhotelan, dan restoran. Meskipun sedikit, lahan pertanian yang tersebar di bagian utara kota juga ikut menyumbang terhadap APBD kota Bekasi.

 BAB 3. PENUTUP
KESIMPULAN

Dilihat dari kontribusi terhadap pendapatan daerah Bekasi , industri pengolahan merupakan yang paling banyak, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Meskipun sedikit, lahan pertanian juga ikut menyumbang terhadap APBD Kota Bekasi. Para petani terutama tersebar di bagian utara Kota Bekasi, yang relatif tertinggal dengan daerah di sekitar pusat kota.

Seperti halnya kota-kota besar lainnya di Indonesia, di Bekasi  juga terjadi ketimpangan ekonomi. Sehingga banyak dijumpai gelandangan, pengemis, dan pengamen meskipun banyak berseliweran mobil-mobil mewah.

Kegiatan perekonomian di Kota Bekasi  cukup menggeliat, hal ini terlihat dari banyaknya mal, pertokoan, bank, serta restoran yang berdiri disini. Kota Bekasi juga menjadi pilihan bagi warga Jabotabek yang hendak berwisata belanja, karena disini terdapat Mal Metropolitan, Mega Bekasi Hypermal, Bekasi Square, Plaza Pondok Gede, Grand Mal, Bekasi Cyber Park, dan Bekasi Trade Centre. Pusat belanja hypermarket seperti Carrefour, Giant, Makro, dan Hypermart juga hadir di kota ini.

Perumahan mewah dengan fasilitas kota mandiri juga banyak berkembang disini, seperti Kemang Pratama dan Harapan Indah. Pengembang Summarecon Agung juga berencana membangun kota mandiri Summarecon Bekasi  seluas 300 ha di Bekasi Utara.
SARAN
Berkaitan dengan hal tersebut diatas beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah :
  1. diharapkan pemerintah, khususnya pemda kota bekasi mampu mengkaji atau memperbaiki sumber alam yang secara terbatas. 
  2. bagi seluruh warga kota bekasi dapat memanfaatkan fasilitas yang sudah memadai seperti halnya fasilitas pusat - pusat belanja di kawasan jalan Ir. Juanda.
  3. diharapkan tidak memperbanyak pusat - pusat belanja yang khususnya membuka gedung - gedung diantaranya Mal Metropolitan, Mega Bekasi Hypermal, Bekasi Square, Plaza Pondok Gede, Grand Mal, Bekasi Cyber Park, dll karena kota bekasi sudah padat dengan fasilitas pusat - pusat belanja tersebut.
  4. membuka lapangan terbuka yang seperti sudah di sediakan tempat olahraga dan taman di Gor untuk memperluas lapangan terbuka tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

http://bekasikota.go.id/readotherskpd/5379/509/artikel-sejarah-kota-bekasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bekasi
http://bekasikota.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6:podes2011&catid=1:latest-news
http://trustycopywriter.wordpress.com/2011/12/12/kota-bekasi-terus-bergiat-menjadi-kota-mandiri-terdepan/http://notaris-ppat-bekasi.blogspot.com/2010/08/perekonomian-kota-bekasi.html



















































































Minggu, 15 April 2012

sunset policy


1.      PENDAHULUAN

            Sebagian besar Negara di dunia ini memiliki sistem perpajakan untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya. Tidak terkecuali dengan Indonesia di mana pajak menjadi tulang punggung untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang public dan jasa public.
           
            Mekanisme perpajakan yang dianut di Indonesia saat ini untuk berbagai jenis pajak didasarkan pada self assessment system. Self assessment adalah suatu system yang menentukan bahwa rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak secara otomatis harus menghitung dan menetapkan sendiri berapa besarnya utang pajaknya, menyetorkannya ke Kas Negara dan mempertanggung jawabkan penghitungan, penetapan, dan pembayaran pajak tersebut kepada otoritas perpajakan yang disebut dengan istilah Fiskus.
           
            Self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu :
  1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak.
  2. Kejujuran wajib pajak.
  3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.
  4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.  
            Self assessment system ini baru akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat diatas dapat dipenuhi. Kenyataannya? Jangankan untuk jujur dalam menghitung kewajiban, atau disiplin untuk membayar, kesadaran untuk menjadi WAJIB PAJAK saja masih sangat kurang. Buktinya, tax ratio Indonesia masih dibawah rata-rata negara tetangga kita.
            Tax ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak dan produk domestik bruto (PDB) menunjukkan besar bagian PDB yang bisa ditarik kembali sebagai pajak oleh negara. Tax ratio juga bisa menjadi parameter untuk melihat seberapa produktif sistem perpajakan suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan negara, dimana semakin tinggi (rendah) nilai tax ratio, menjadi tolok ukur semakin maju (rendah) sistem perpajakan negara tersebut.
            Karena sifat pungutan pajak yang membebani pengusaha dan tidak adanya imbal balik (kontra prestasi) secara langsung, masyarakat cenderung menghindari kewajiban pajak. SPT sebagai sebuah pertanggung jawaban WP atas perhitungan pajak diisi seadanya saja. Asalkan transaksi-transaksi yang terintegrasi dengan instansi/lembaga lain sudah dilaporkan, WP merasa cukup. Sementara itu,transaksi-transaksi yang tidak terpantau cenderung disembunyikan.
            Saat ini Indonesia memiliki rasio pajak terendah kedua setelah Myanmar diantara negara-negara Asean. Rata-rata rasio pajak yang dimiliki Indonesia semenjak 1985-1999 adalah 11,31%, jauh di bawah Singapura (22,24%), Malaysia (20,17%), Thailand (17,28%) dan Filipina (14%).
            Ketika UU Perpajakan direvisi kembali pada tahun 1994, rasio pajak yang dicapai juga hanya berkisar 12%. Yang lebih memprihatinkan, rasio pajak tahun 1997/1998, 1998/1999 dan 1999/2000 terus mengalami penurunan menjadi 11,4%, 9,7% dan 7,7%.
            Coverage ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak RIIL dibanding POTENSI pajak yang sebenarnya ada, menggambarkan tingkat kejujuran wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. rendahnya nilai tax coverage ratio mengindikasikan adanya banyak kewajiban pajak yang lolos dari penjaringan pajak. Sebagai gambaran, besar tunggakan pajak sampai pertengahan tahun 2000 yang lalu mencapai lebih kurang Rp 14 triliun.
            Penerapan Self Asessement sebenarnya bisa efisien dan efektif jika pelaksanaannya disertai mekanisme kontrol yang baik yang didukung dengan sebuah database yang komprehensif. Logikanya jelas, jika wajib pajak X membayar sejumlah A maka Direktorat Jendral Pajak harus dapat membuktikan bahwa memang hutang pajak X adalah sejumlah A. Bagaimana caranya? Tentunya dengan sebuah komparasi data. Direktorat Pajak tidak dapat memeriksa ulang kewajiban wajib pajak tanpa basis data yang jelas.
            Keterbatasan database di DJP, akan mulai teratasi dengan keluarnya UU KUP 27/2007 yang dipasal 35A ayat (1) dan (2) secara tegas menyoroti perihal akses data. Lewat pasal tersebut wajib pajak dipaksa untuk membuka akses data mereka bagi keperluan pemeriksaan pajak selama (sampai dengan) 10 tahun kebelakang.
            Jika pasal ini benar benar diterapkan, banyak pihak yang percaya mayoritas wajib pajak bisa terkena tuduhan penggelapan pajak. Wajib Pajak yang jujur sepertinya sangat minoritas dinegeri ini. Terlihat dari persentasi tax ratio dan coverage ration yang rendah itu. Atas pertimbangan inilah kemudiah Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sebuah fasiltas baru bernama Sunset Policy.
            Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Dirjen Pajak dalam berbagai kesempatan, ia mengakui bahwa latar belakang dikeluarkan fasiltas tersebut adalah: "Untuk menghindarkan pengenaan sanksi atas kewajiban perpajakan masa lalu dan untuk memulai keterbukaan pelaksanaan perpajakan di masa mendatang."
            Sunset Policy akan menjadi Ground Zero dimulainya era keterbukaan dan reformasi perpajakan, dengan sebuah database yang lebih akurat, ditahun 2009 dan selanjutnya. Bagi sebagian Wajib Pajak, pemberian Sunset Policy kurang maksimal. Fasilitas yang habis masanya pada 31 Desember 2008 hanya memberi pembebasan atau pengurangan sanksi pembayaran bunga. Keringanan ini masih dirasakan kurang terutama bagi kalangan pebisnis yang sedari awal menginginkan adanya fasiltas pengampunan pajak (Tax Amnesty).
            Tax Amnesty sendiri sudah mengalami tarik ulur yang cukup lama. Pemerintah selama ini berada dipihak yang resisten terhadap Amnesty. Pada tahun 2005 silam wacana untuk memberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty) yang sudah dari zaman dahulu muncul, sebenarnya sudah mendapat sambutan positif dari pemerintah. Hal ini terlihat dari keinginan Menteri Keuangan waktu itu (Yusuf Anwar) untuk menyusun draft Undang-Undang Pengampunan Pajak.
            Tim Review untuk mengkaji dan mereview draft tersebut juga sudah terbentuk dan bekerja dengan baik. Sayangnya, pokok-pokok pikiran beserta draft RUU-nya belum sempat sampai ke Presiden, Yusuf Anwar keburu diganti. Upaya untuk menyusun Tax Amnesty tidak dilanjutkan.
            Tax Amnesty sebenarnya dapat dibedakan menjadi Soft Tax Amnesty dan Hard Tax Amnesty.Soft Tax Amnesty memungkinkan untuk memberikan pengampunan atas sanski administrasinya, sementara Hard Tax Amnesty memberikan pengampunan atas Sanksi Pidananya. Untungnya, untuk mengantisipasi gagalnya RUU Tax Amnesty, pemerintah memasukkan Soft Amnesty ke dalam batang tubuh RUU KUP, yaitu dalam Pasal 37A.
Pasal 37A ini hanya berlaku satu tahun, yaitu tahun 2008 saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama, maka kebijakan ini disebut Sunset Policy.Sunset sendiri berarti matahari yang hampir tenggelam.Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy) yang ada dalam PAsal 37A UU KUP pun akan berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008.

2.      PEMBAHASAN

            Sunset policy adalah semacam pengampunan pajak yang terbatas pada sanksi administrasi berupa bunga yang tidak akan dikenakan apabila Wajib Pajak yang berhak menyampaikan Surat Pemberitahuan tertentu.

            Ada dua jenis pengampunan berupa penghapusan sanksi ini yang diberikan oleh Undang-undang KUP yang baru ini. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun 2007. Yang kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara sukarela untuk mendapatkan NPWP.

A.    Jenis Sunset Policy
            Ada dua jenis sunset policy berdasarkan ketentuan yaitu :

  1. Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Baru
            Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar bagi Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.
           
            Fasilitas pembebasan sanksi ini khusus diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi saja yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam tahun 2008. Wajib Pajak yang memperoleh NPWP dalam tahun 2008 berdasarkan hasil ekstensifikasi termasuk dalam kriteria mendaftarkan diri secara sukarela ini sehingga dapat menggunakan fasilitas sunset policy.

            Termasuk dalam lingkup penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15.
            Yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

  1. Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Lama
            Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Lama adalah Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sebelum 1 Januari 2008. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak diberikan kepada Wajib Pajak lama, baik Orang Pribadi maupun Badan, yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007.

            Termasuk dalam lingkup pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak meliputi pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15,
yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

B.     Persyaratan Yang Harus Dipenuhi
            Untuk mendapatkan fasilitas penghapusan sanksi yang dikenal dengan sunset policy ini, Wajib Pajak baru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008;
2. tidak sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
3. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan
4. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

            Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak baru adalah sebagai berikut :
1. telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008;
2. terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak;
3. terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
4. telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan;
5. tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
6. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat tanggal 31 Desember 2008; dan
7. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
8. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang sedang dilakukan pemeriksaan yang juga meliputi jenis pajak lainnya, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
9. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan, namun atas Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya untuk periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
10.Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dianggap sebagai pencabutan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.

C.     Tidak Dapat Digunakan Dasar Menetapkan Pajak Lain
           
            Data dan informasi yang tercantum dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak lama tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. Dengan ketentuan ini fihak aparat pajak tidak dapat menggunakan data dalam SPT PPh Pembetulan untuk menagih jenis pajak lainnya. Misalnya data dalam SPT Pembetulan SPT PPh tidak dapat digunakan menagih PPN melalui analisis ekualisasi PPh dan PPN.

            Terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak benar.

            Dalam hal terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi ketentuan di atas, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan.

D.    Wajib Pajak Lama Yang Belum Menyampaikan SPT
           
            Wajib Pajak lama yang sebelum 1 Januari 2008 telah memiliki NPWP dan sampai dengan 31 Desember 2007 belum menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007, dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007. SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang disampaikan dalam tahun 2008 tersebut diperlakukan sebagai pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang memanfaatkan sunset policy. Jadi yang dapat memperoleh fasilitas sunset policy ini bukan hanya atas pembetulan SPT Tahunan PPh saja tetapi juga SPT Tahunan PPh yang memang belum pernah disampaikan untuk tahun pajak sebelum 2007.

E.     Fasilitas Sunset Policy Lebih Dari Satu kali

            Pembetulan yang diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga adalah pembetulan SPT Tahunan PPh yang disampaikan sebelum tanggal 1 Juli 2008 dan satu kali pembetulan setelah 30 Juni s.d. 31 Desember 2008. Dengan demikian, apabila sebelum 1 Juli Wajib Pajak sudah menyampaikan SPT PPh Pembetulan dan mendapatkan fasilitas sunset policy, maka setelah tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2008 dapat melakukan sekali lagi pemebetulan untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.

            Apabila sebelum 1 Juli 2008 Wajib Pajak lama belum melakukan pembetulan, maka hak atas penyampaian SPT Pembetulan hanya satu kali saja dalam rangka untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.

F.      Ketentuan Lain

1. Penyampaian SPT menggunakan formulir SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan.
2. Menuliskan ”Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP” atau ”SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP” di bagian atas tengah SPT Induk & setiap lampirannya
3. Kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh harus dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
4. Melampirkan SSP lembar ke-3 pada SPT Tahunan PPh.
5. Disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

      Dasar Hukum :
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2008
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2008
G.    Keputusan Pemerintah pada Tanggal 24 Maret 2008
            Pada tanggal 24 Maret 2008 pemerintah mengeluarkan pengumuman yang bagi sebagian masyarakat (baca:wajib pajak) merupakan angin sejuk ditengah-tengah badai ekonomi Indonesia. Berikut adalah isi dari pengumuman tersebut:
P E N G U M U M A N
NO. 02 /PJ.09/2008
FASILITAS PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK PENGHASILAN
Kepada seluruh masyarakat dihimbau untuk memanfaatkan fasilitas perpajakan sesuai dengan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru, bahwa:
1. Bagi orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP paling lambat tanggal 31 Desember 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi dan tidak akan dilakukan pemeriksaan.
2. Bagi Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun sebelumnya, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi, sepanjang pembetulan tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2008.
3. Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi Kriing Pajak (Call Center Pajak) 500200 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Jakarta, 24 Maret 2008
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas
t.t.d
Djoko Slamet Surjoputro
NIP 060044562
(Note:underline oleh penulis)
            Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 pemerintah secara terbuka juga memberikan semacam pengampunan pajak terhadap wajib pajak. Nah, kebijakan inilah yang disebut dengan sunset policy. Pasal yang mengatur sunset policy tersebut adalah Pasal 37A Undang-Undang KUP. Dalam pengumuman diatas oleh pemerintah ditegaskan kembali aplikasi sunset policy tersebut.
Bunyi pasal 37A tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
            Dari penjelasan diatas terlihat bahwa pemerintah memberikan dua jenis “pengampunan” yaitu untuk penghapusan sanksi administrasi dan terhindar resiko pemeriksaaan kepada WP yang baru mendaftarkan NPWP pada tahun 2008 dan penghapusan sanksi administrasi (bukan pengurangan sanksi) terhadap WP yang melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak 2006 s/d 1998 (sesuai daluarsa pajak). Tentunya penerapan pengampunan ini dapat dilakukan asalkan kekurangan pokok pajak (apabila ada) telah dilunasi oleh WP.
            Lebih lanjut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 tanggal 6 Pebruari 2008 pada Pasal 3 pemberian penghapusan sanksi administrasi ini dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Apabila telah terlanjur dikeluarkan STP oleh KPP wajib pajak bisa mengajukan surat permohonan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 36 Ayat (1) huruf a.
            Dengan penegasan tersebut, seyogyanya masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas pengampunan tersebut secara optimal, dan kedepan akan tercipta wajib pajak yang taat pajak dan aparat pajak yang bersih dan professional.
  1. PENUTUP
            Pemerintah bertekad untuk mengintensifkan penerimaan pajak guna menambal defisit APBN. Wajib pajak yang ikut dan yang tidak ikut sunset policy menjadi sasaran intensifikasi.Pemerintah dianggap menjebak WP sunset policy? Sunset policy kembali membuat gempar. Wajib pajak yang ikut sunset policy merasakan kecemasan mereka menjadi kenyataan, bahwa sunset policy hanya jebakan saja.Buktinya, terhadap WP yang ikut sunset policy dan melaporkan hartanya akan dilakukan intensifikasi atau imbauan agar melakukan pembayaran pajak dengan benar.Yang sangat ditakutkan wajib pajak, adalah jika imbauan tidak dihiraukan maka akan dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak.
            Program sunset policy yang sudah dibahas pada pembahasan. Diatur pada Pasal 37 A UU Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, merupakan fasilitas pengampunan pajak (tax amnesty secara terbatas).Dengan program ini, bagi wajib pajak yang belum melaporkan SPT (surat pemberitahuan) tahunan, dapat melakukan perbaikan SPT Tahunan tanpa dikenai sanksi denda administrasi. Tentu perbaikan SPT Tahunan disyaratkan ada pembayaran pajak.Contoh saja jika ada WP orang pribadi yang selama ini melaporkan hanya memiliki satu rumah dengan status pembayaran nihil, dengan program sunset policy, WP melaporkan memiliki empat rumah, walaupun hanya melakukan setoran kurang bayar untuk SPT Tahunan hanya sebesar Rp1 juta (dari tarif PPh sebesar 5% dikalikan penghasilan tambahan Rp20 juta).Tentu dari sisi pemeriksaan pajak, hal ini tidak wajar, jika melaporkan tiga rumah tambahan tetapi penghasilan hanya bertambah sebesar Rp20 juta saja.Namun demikian, hal ini sah secara hukum, dan terhadap WP tidak akan dilakukan pemeriksaan atas laporan penghasilan yang tidak wajar pada SPT sunset policy.
            Bahkan secara khusus Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 66/PMK.03/2008 tentang kebijakan sunset policy.Pada Pasal 4 Permenkeu tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa atas data dan informasi yang dilaporkan WP pada SPT Pajak Penghasilan, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya.Jaminan bahwa terhadap WP tidak akan dilaksanakan pemeriksaan kecuali data yang disampaikan tidak benar, diatur dengan Pasal 5 Permenkeu yang sama.
            Tujuan sunset policy agar wajib pajak melaporkan semua asetnya sehingga Pemerintah memiliki database dan administrasi perpajakan yang lebih baik sebagai fundamental penerimaan pajak pada masa depan.
            Pemerintah tidak akan melihat masa lalu wajib pajak yang tidak melaporkan SPT dengan benar, asalkan wajib pajak bersedia mengisi SPT sunset policy dengan data yang sebenar -benarnya.
            Pertanyaannya, jika demikian tujuan Pemerintah, mengapa sekarang sunset policy masih diutak-atik lagi. Berikut hasil penelusuran  informasi  yang didapat sebagai berikut :
1)      Pertama, WP tidak melaporkan seluruh asetnya pada SPT sunset policy.
            Misalkan WP melaporkan hartanya pada SPT sunset yaitu empat rumah tinggal, satu mobil niaga, deposito, dan dua mobil mewah.Sementara itu, Pemerintah memiliki data bahwa WP tersebut ternyata juga memiliki beberapa ruko -ruko yang disewakan dan kepemilikan saham di beberapa perusahaan, tetapi tidak dilaporkan pada SPT sunset policy.Wajib periksa WP Tentu saja, atas aset yang tidak dilaporkan, Pemerintah berkewajiban melakukan pemeriksaan karena WP tidak melaporkan se luruh asetnya secara benar, sesuai dengan Pasal 5 Permenkeu) Nomor 66/PMK.03/2008.
            Jikalau WP melaporkan SPT sunset policy secara benar, maka tindakan pemeriksaan tidak akan pernah ada. Namun tidak demikian yang terjadi, WP tersebut di atas melakukan dengan sadar dengan menyembunyikan sebagian asetnya dari pelaporan SPT sunset policy.
2)      Kedua, WP yang telah melakukan pembetulan SPT sunset policy, ternyata kembali melaporkan SPT seperti kondisi sebelum ikut sunset policy.
            Contohnya seorang pengusaha selama ini melaporkan SPT Tahunan PPh dengan nihil karena hanya melaporkan penghasilan dari satu perusahaan saja.Pada saat program sunset policy, pengusaha ini melakukan perbaikan SPT PPh tahun 2001 sampai tahun 2007 dengan penghasilan tahunan di luar gaji sebagai direktur, rata-rata sebesar Rp1 miliar.Ternyata pada SPT PPh tahun 2008 dan 2009, pengusaha tersebut kembali melaporkan SPT Tahunan PPh dengan status nihil. Tentu ini menimbulkan pertanyaan, apakah pengusaha tersebut tiba-tiba mengalami kebangkrutan bisnis?. Nah, pemerintah bisa mempertanyakan hal ini dengan me lakukan imbauan kepada wajib pajak bersangkutan, mengapa SPT PPh tahun 2008 dan 2009 tidak nyambung dengan SPT PPh tahun 2001 2007 yang dimasukkan pada program sunset policy.
3)      Ketiga, masalah utilisasi aset yang dilaporkan WP pada SPT sunset policy. Hampir sama dengan alasan kedua, Pemerintah dapat mempertanyakan utilisasi aset yang dilaporkan oleh WP.
            Misalkan pada SPT sunset policy, WP melaporkan memiliki tiga unit rumah tinggal, lima unit ruko dan saham di perusahaan tertutup.Pemerintah bisa mempertanya kan apakah ketiga rumah tersebut ditinggali semua atau sebagian disewakan? Jika disewakan, bagaimana dengan pelaporan pajak atas sewa yang diterima.Untuk kepemilikan ruko, apakah ruko tersebut disewakan atau digunakan sendiri. Jika digunakan sendiri, bisa dikaji pembayaran pajak penghasilan dari bisnis yang dilakukan oleh WP tersebut.Kemudian untuk kepemilikan saham, bisa dikaji apakah WP menerima dividen secara rutin atau dividen diwujudkan dalam bentuk natura atau fasilitas lainnya, sehingga menjadi taxable (dapat dikenakan pajak).
            Jika dilihat tiga alasan di atas, keinginan Pemerintah untuk memberdayakan data sunset policy bukan merupakan tindakan penjebakan bagi wajib pajak.
            Apabila WP telah melaporkan aset secara benar pada SPT sunset policy, WP dianggap telah bersikap jujur, terbuka, dan tidak akan mengulangi kesalahan masa lalu.Dari titik tolak ini, diharapkan pelaporan dan pembayaran pajak oleh wajib pajak, pada tahun-tahun mendatang juga sesuai kondisi sebenarnya dengan tidak melakukan tax evasion (penggelapan pajak) yang melanggar ketentuan pajak.



















DAFTAR PUSTAKA